Beranda Berita Transgender dan Atlet Olahraga, Dilema yang Berlanjut

Transgender dan Atlet Olahraga, Dilema yang Berlanjut

3
0

Pada awal tahun ini, dunia olahraga dikejutkan dengan keputusan pemerintah yang kontroversial. Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang hanya mengakui dua jenis kelamin, yakni pria dan wanita. Hal ini membuat banyak atlet transgender dan non-biner merasa khawatir dan terancam.

Kebijakan tersebut juga berdampak signifikan pada dunia olahraga, khususnya pada olahraga yang selama ini memiliki kategori non-biner, seperti balap sepeda. Di Amerika Serikat, misalnya, USA Cycling memiliki sistem berjenjang untuk menangani partisipasi atlet transgender.

Atlet kelompok A, yang berkompetisi di tingkat elit, harus menyerahkan bukti medis yang menunjukkan bahwa kadar testosteron serum mereka telah di bawah ambang batas tertentu selama minimal 24 bulan. Sementara atlet kelompok B, yang berkompetisi di tingkat amatir, hanya perlu mengisi formulir verifikasi identitas diri.

Beberapa kejuaraan, seperti Kejuaraan Nasional Cyclo-Cross dan Gravel AS, juga menawarkan kategori non-biner untuk pembalap yang tidak mengidentifikasi diri secara eksklusif sebagai pria atau wanita. Namun, dengan adanya kebijakan baru tersebut, masa depan kategori balap non-biner dan partisipasi atlet transgender dalam balap sepeda domestik menjadi tidak pasti.

Bagi atlet transgender dan non-biner, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam. Mereka merasa takut dan khawatir akan keselamatan mereka saat mengikuti kompetisi. Selain itu, mereka juga khawatir bahwa retorika kebencian dan kekerasan akan menjadi lebih "dapat diterima" dengan dukungan dari pemerintah.

Rach McBride, seorang atlet triatlon profesional non-biner asal Kanada, mengatakan bahwa dia sangat prihatin dengan kehidupan kaum muda transgender dan non-biner. Dia juga berpesan kepada komunitas balap untuk menciptakan ruang yang aman bagi semua pembalap, terlepas dari identitas gender mereka.

"Kita harus menunjukkan bahwa kita bersatu dan melawan diskriminasi ini. Kita harus menggunakan suara kita untuk memperkuat hak dan keberadaan kaum transgender dan non-biner, serta menciptakan ruang yang benar-benar aman bagi mereka," ujarnya.

Masa depan atlet transgender dan non-biner dalam olahraga masih dipenuhi ketidakpastian. Namun, yang jelas, mereka membutuhkan dukungan dan perlindungan dari komunitas olahraga agar dapat terus berpartisipasi dan berprestasi tanpa rasa takut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini