Musim balap klasik kali ini diwarnai oleh dua pembalap dan satu taktik yang mendominasi. Pembalapnya adalah Tadej Pogačar dan Mathieu van der Poel, sedangkan taktiknya adalah serangan tunggal yang membosankan.
Taktik serangan tunggal ini membuat kedua pembalap tersebut meraih kemenangan beruntun. Pogačar bahkan belum menunjukkan tanda-tanda kelelahan setelah mendominasi Giro d’Italia.
Meski kagum dengan kemampuan kedua pembalap tersebut, penulis berita sebagai mantan pembalap mengakui bahwa taktik solo break terkadang terasa membosankan. Namun, ia juga memahami kesulitan dalam melakukan taktik tersebut.
Serangan tunggal biasanya dilakukan di titik yang tidak terduga, bahkan bisa terjadi karena kesalahan seperti yang pernah dialami penulis berita. Namun, menurut penulis berita, Pogačar sering melakukan serangan tunggal secara terencana.
Penulis berita menyoroti risiko dari melakukan serangan tunggal terlalu dini. Pembalap lain bisa saja membiarkan pembalap yang melakukan serangan tunggal pergi dengan asumsi bahwa mereka akan terjatuh sendirian.
Jika berhasil melakukan serangan tunggal, pembalap dihadapkan pada tantangan baru, yakni menentukan keunggulan waktu yang sesuai. Mereka harus mampu membuat jarak yang cukup untuk mendapatkan mobil tim untuk dukungan, tetapi tidak terlalu berlebihan hingga para pesaing memutuskan untuk mengejar.