Dunia balap sepeda belakangan ini digemparkan oleh praktik kontroversial dari tim British Continental Saint Piran. Tim ini meminta calon pembalap untuk membayar £500 atau sekitar Rp9,7 juta untuk menganalisis data mereka oleh pihak ketiga. Tak hanya itu, tim juga mewajibkan pembalap untuk menandatangani perjanjian kerahasiaan (NDA) sebelum bergabung.
Kebijakan ini sontak menuai kritik dari banyak pihak. Holohan Coaching, perusahaan yang sebelumnya bekerja sama dengan Saint Piran untuk analisis data, menyatakan bahwa tim tersebut telah menyalahgunakan hasil analisis mereka. Holohan menegaskan bahwa analisis tersebut dimaksudkan untuk penggunaan internal tim, bukan untuk dibagikan kepada pembalap secara langsung.
Parahnya lagi, Saint Piran disebut-sebut telah meraup keuntungan hingga £15.000 atau sekitar Rp290 juta dari proses analisis data calon pembalap ini. Hal ini memperkuat dugaan bahwa tim tersebut menggunakan praktik ini untuk meraup keuntungan finansial.
Selain itu, permintaan NDA oleh Saint Piran juga menimbulkan kecurigaan. NDA biasanya digunakan untuk melindungi rahasia komersial atau informasi sensitif. Namun, dalam kasus ini, konten NDA yang diminta oleh Saint Piran tidak jelas. Tim beralasan bahwa NDA diperlukan untuk melindungi hubungan dengan mitra eksternal. Namun, banyak yang mempertanyakan apakah permintaan NDA tersebut bertujuan untuk membungkam mantan anggota staf yang mungkin mengungkap praktik tidak etis tim.
Praktik kontroversial Saint Piran ini menjadi peringatan bagi calon pembalap untuk berhati-hati dalam memilih tim. Pembalap perlu memastikan bahwa tim yang ingin mereka bergabung memiliki reputasi yang baik dan tidak terlibat dalam praktik yang tidak etis.
Federasi Sepeda Internasional (UCI) juga perlu mengambil tindakan tegas terhadap tim-tim yang melanggar etika dan peraturan. Praktik seperti yang dilakukan Saint Piran merusak kredibilitas dan integritas olahraga balap sepeda.