Dalam dunia balap sepeda profesional, nama Tadej Pogačar kini menjadi momok yang ditakuti sekaligus dikagumi. Kejayaan demi kejayaan yang diraihnya membuat pebalap asal Slovenia ini mendominasi hampir di setiap ajang yang diikutinya.
Pada musim 2022, Pogačar berhasil meraih Triple Crown dengan menjuarai Giro d’Italia, Tour de France, dan Kejuaraan Dunia. Dominasinya begitu absolut sehingga podium kedua menjadi tujuan yang realistis bagi para pebalap lain.
Ben O’Connor, yang finis kedua di Kejuaraan Dunia, mengungkapkan, "Saya sudah menduga dia akan menang, jadi itu tidak mengubah perkiraan saya. Selalu ada yang lebih baik dari yang lain."
Kehebatan Pogačar juga diakui oleh Mathieu van der Poel, juara bertahan Kejuaraan Dunia yang tahun ini finis ketiga. "Ada satu pebalap yang luar biasa. Jika kita kesampingkan dia, saya sangat puas dengan balapan ini," ujarnya.
Dominasi Pogačar telah membuat para pesaingnya mengubah ekspektasi. Bukan lagi kemenangan yang menjadi target, melainkan posisi kedua atau podium.
"Dalam era Pogačar, finis kedua adalah pencapaian yang bagus. Kita harus bangga bisa finis di belakang pebalap terbaik abad ke-21," kata O’Connor.
Legenda balap sepeda Eddy Merckx bahkan menilai Pogačar lebih hebat dari dirinya, yang pernah meraih kemenangan berkali-kali.
Dalam Giro d’Italia tahun ini, pebalap yang finis kedua adalah Dani Martínez, disusul oleh Geraint Thomas di posisi ketiga. Namun, nama mereka seperti tenggelam di balik bayang-bayang Pogačar.
Pertanyaannya sekarang, sampai kapan dominasi Pogačar akan berlanjut? Musim ini saja, ia telah mengoleksi 23 kemenangan di ajang WorldTour dan Kejuaraan Dunia. Jika ia terus tampil konsisten, ia berpotensi memecahkan rekor kemenangan sepanjang masa.
Para pesaingnya tentu harus bekerja keras untuk mengatasi tantangan dari Pogačar. Namun, setidaknya mereka telah belajar untuk menghargai prestasinya dan bersyukur bisa finis di belakang pebalap fenomenal ini.
