Penulis anonim ini mengaku tidak bisa membedakan kualitas sepeda. Ia bercanda bahwa dirinya terlalu pandai bersepeda, sehingga tidak bisa merasakan detail kecil yang bisa dirasakan oleh pesepeda biasa.
Dalam sebuah artikel, penulis ini menceritakan pengalamannya mendapatkan sepeda baru. Saat ditanya oleh temannya tentang pendapatnya, ia merasa malu karena tidak bisa memberikan ulasan yang mendalam.
Penulis ini iri dengan pesepeda profesional yang mampu merasakan detail sepeda dan menuliskannya dengan jelas. Ia berteori bahwa para pesepeda profesional menjadi pengulas sepeda yang buruk karena mereka terbiasa mengendarai sepeda apa pun yang diberikan dan menyukai semua sepeda. Selain itu, kemampuan mereka yang luar biasa membuat mereka kesulitan membedakan perbedaan sutil antara sepeda.
Penulis ini juga mengaku terpengaruh oleh ulasan sepeda profesional sehingga mencoba memaksakan diri untuk merasakan detail sepeda barunya. Ia mengukur berat sepeda, mengujinya di terowongan angin, dan berkonsentrasi pada fitur-fiturnya. Namun, ia hanya bisa setuju dengan pendapat artikulatif orang lain atau opini yang masuk akal.
Pengalaman ini memiliki efek samping. Ketika ia mengendarai sepeda lamanya, ia mulai mengulasnya secara spontan. Ia memberikan kritik pedas tentang rem yang tidak rata, setang yang rusak, dan suara bising yang dihasilkan sepeda.
"Otak pengulas" ini kemudian menyerang hal-hal lain dalam hidupnya. Ia mengeluhkan mesin kopi, penyedot debu, bahkan makanan yang ia makan. "Risotto-nya agak kering," komentarnya kepada istrinya.
Pengakuan unik penulis ini menunjukkan bahwa mengulas sepeda tidak hanya tentang pengetahuan teknis, tetapi juga tentang kemampuan merasakan detail yang halus. Hal ini mungkin tidak dimiliki oleh semua pesepeda, bahkan yang terbaik sekalipun.