Polisi Kota London (City of London Police) telah menindak 944 pesepeda karena menerobos lampu lalu lintas selama 10 bulan terakhir sejak Juli 2022. Namun, tindakan ini memicu pertanyaan apakah penindakan itu merupakan fokus prioritas yang tepat.
Meskipun mayoritas pesepeda mematuhi peraturan lalu lintas, pihak kepolisian beralasan bahwa penindakan pelanggaran lampu merah ini bertujuan untuk mendidik, mengajak, dan menegakkan pengguna jalan yang melanggar demi keselamatan pesepeda dan pejalan kaki.
Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa penindakan ini mengalihkan sumber daya dari upaya penegakan pelanggaran lalu lintas oleh pengendara kendaraan bermotor, yang lebih berpotensi menimbulkan korban jiwa atau luka serius.
Kasus ini dikaitkan dengan perdebatan berkelanjutan antara pesepeda dan pengemudi, di mana pengemudi seringkali mengeluhkan pelanggaran pesepeda sebagai pembenaran atas pelanggaran mereka sendiri.
Menurut penulis, menerobos lampu merah dalam kondisi tertentu terkadang merupakan pilihan yang lebih aman bagi pesepeda dibandingkan terjebak di tengah kendaraan bermotor yang macet. Penulis juga menyoroti fakta bahwa pelanggaran lampu merah yang dilakukan kendaraan bermotor sering luput dari perhatian dibandingkan dengan pelanggaran yang sama oleh pesepeda.
Penulis berpendapat bahwa pihak berwenang seharusnya lebih fokus pada masalah mendasar budaya yang pro-kendaraan bermotor, daripada sekadar menindak pelanggaran kecil oleh pesepeda.
Penulis juga membandingkan situasi di London dengan Amsterdam, di mana prioritas diberikan kepada pesepeda, sehingga menciptakan sistem lalu lintas yang lebih lancar dan aman.
Sementara penulis mengapresiasi upaya polisi untuk meningkatkan keselamatan jalan, namun tetap berpendapat bahwa mereka salah sasaran dengan hanya menindak pelanggaran minor oleh pesepeda. Tindakan yang lebih komprehensif diperlukan untuk mengatasi masalah yang lebih mendesak seperti berkendara berbahaya, sepeda listrik ilegal, penggunaan ponsel saat mengemudi, dan ngebut.