Tur de France, ajang balap sepeda bergengsi dunia, kembali menjadi sorotan setelah mengumumkan akan memulai edisi 2026 di Barcelona, Spanyol. Fakta ini memperkuat tren pergeseran titik awal Tur de France ke luar Prancis.
Dalam lima edisi terakhir, empat di antaranya dimulai di luar Prancis, yakni Kopenhagen (2022), Bilbao (2023), Florence (2024), dan Barcelona (2026). Tren ini memicu perdebatan tentang dampak lingkungan dan makna historis dari ajang tersebut.
Balap sepeda, terutama Grand Tour, memiliki dampak buruk bagi lingkungan karena membutuhkan banyak kendaraan untuk tim, penyelenggara, media, dan penggemar. Transportasi jarak jauh yang terkait dengan dimulainya balapan di luar negeri memperburuk masalah lingkungan.
Perpindahan Tur de France ke Barcelona, meski lebih dekat dengan Prancis daripada Kopenhagen, tetap dianggap penyimpangan dari tradisi. Semakin seringnya Grand Tour dimulai di luar negeri mengurangi keunikan dan makna sejarah dari ajang tersebut.
Pengamat berargumen bahwa Grand Tour memang seharusnya diizinkan melintasi perbatasan untuk memperkenalkan balapan ini kepada penggemar baru. Namun, intensitas pelaksanaannya yang terlalu sering menggerus nilai tradisional.
Badan pengatur bersepeda dunia, UCI, sempat mengisyaratkan akan mengatur pembatasan Grand Tour agar tidak terlalu sering memulai balapan di luar negeri. Namun, hal ini belum terwujud.
Beberapa pihak menyerukan pelarangan memulai Grand Tour di luar negeri secara berkala, sementara yang lain menyarankan pembatasan frekuensi menjadi setiap dua tahun sekali. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menyeimbangkan kebutuhan memperkenalkan olahraga ini kepada penonton baru dengan melindungi lingkungan dan nilai sejarah dari ajang tersebut.
Pergeseran titik awal Tur de France ke luar Prancis memicu perdebatan penting tentang keseimbangan antara promosi olahraga, dampak lingkungan, dan makna historis. Seyogyanya, solusi yang tepat ditemukan untuk memastikan keberlanjutan dan keistimewaan salah satu ajang balap sepeda paling bergengsi di dunia ini.